Desember 30, 2010

Bola 2011, Momentum Pas buat Berbenah

Liputan6.com, Jakarta: Tak sedikit yang meragukan kiprah Tim Nasional (Timnas) Indonesia di pergelaran Piala ASEAN Football Federation (AFF) 2010, yang berlangsung 1-29 Desember 2010. Nyatanya, Garuda, julukan timnas, mendapat perhatian luar biasa dari para suporter. Pemicunya, kemenangan telak 5-1 dari Malaysia di partai perdana penyisihan Grup A.

Seketika, Firman Utina dkk menjadi idola baru publik. Media massa, baik cetak maupun elektronik, berjasa besar mengangkat status tim asuhan Alfred Riedl itu menjadi selebriti dadakan.

Tak bisa dimungkiri, ekspektasi yang begitu tinggi dari para suporter dan rakyat Indonesia sedikit banyak memberikan tekanan yang luar biasa kepada Riedl dan pasukannya. Hal itu terlihat dari kegagapan timnas dan PSSI, pihak otoritas sepak bola tertinggi di negeri ini, dalam menyikapi respons publik dan juga para pejabat, tak terkecuali sosok nomor satu di Tanah Air: Presiden RI.


Kondisi yang kemudian menjadi "senjata makan tuan" mengingat akhirnya Garuda terkapar di tangan Harimau Malaya. Kegagalan meraih gelar juara tersebut seakan menambah daftar dosa yang dilakukan Nurdin Halid sejak kiprahnya menjadi orang nomor satu PSSI pada 2003 lalu menggantikan Agum Gumelar.

Marilah kita menengok ke belakang. Sampai usainya 2009, di bawah kepemimpinan Nurdin, Indonesia hanya mampu meraih gelar juara di Piala Kemerdekaan 2008. Itu pun dengan menang WO dari Libya. Selebihnya, Garuda selalu tumbang. Menyesakkan melihat "kado" Nurdin yang pertama adalah tersingkirnya timnas di putaran pertama Piala Asia 2004. 

Peralihan komando timnas dari tangan Ivan Kolev ke Peter White nyaris berujung manis. Namun, Indonesia kembali tergelincir di final Piala Tiger 2004 (yang kini menjadi Piala AFF Suzuki Cup) kalah dari Singapura. Keputusan kembali mengangkat Kolev tetap tak membuahkan hasil. Meski tampil cukup gemilang, Indonesia kembali gagal di putaran pertama Piala Asia 2007. Di bawah arahan pelatih lokal, Benny Dollo, setelah sukses di Piala Kemerdekaan 2008, Garuda hanya mampu melaju sampai babak semifinal. Dalam dua kali SEA Games, 2007 dan 2009, timnas juga tersingkir di penyisihan grup. 

Melihat kian terpuruknya prestasi timnas, PSSI dan Nurdin mencoba mencari solusi kilat, yaitu dengan mencalonkan diri menjadi tuan rumah putaran final Piala Dunia (PD) 2022. Langkah yang justru kian menuai resistensi dan ditertawakan banyak pihak. Nurdin dinilai berupaya mengalihkan perhatian publik. Yang membuat masyarakat kian geram, di kemudian hari, PSSI justru digugat Michel Bacchini, konsultan bidding PD 2022, karena menunggak pembayaran. Alamak!

Tekanan publik kian besar menyusul tersingkirnya timnas dari putaran final Piala Asia 2011, kali pertama sejak 1996. Hebatnya, PSSI dan Nurdin masih punya kiat jitu untuk mengelak yaitu menggelar Kongres yang digelar di Bandung, 15-17 Januari 2010. Fatalnya, dalam kongres tersebut tak sedikit pun anggota kongres mempersoalkan terpuruknya prestasi timnas di panggung internasional.

Menyikapi kondisi tersebut dan melihat kian tak dipercayainya rezim Nurdin Halid, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pun tergugah. Menjelang Hari Pers Nasional, 9 Februari 2010, SBY meminta PWI menjadi fasilitator kongres yang kemudian berubah nama menjadi sarasehan nasional itu. Setelah sempat terlibat polemik, PSSI akhirnya "merestui" dan menghadiri sarasehan yang bertajuk Kongres Sepak Bola Nasional (KSN) dan dilangsungkan di Kota Malang, 30-31 Maret.

Sayangnya, KSN hanya menghasilkan rekomendasi semu. Rekomendasi yang dikeluarkan jauh dari harapan publik sepak bola dan tak mencerminkan konsep untuk membangun masa depan sepak bola nasional. Tak ada rekomendasi untuk menindaklanjuti kepedulian sejumlah pihak yang menilai Statuta PSSI telah direkayasa dari rujukan aslinya sesuai aturan FIFA. Demikian pula, tak ada wacana menyinggung masalah posisi Ketua Umum (Nurdin).

Kemarahan publik akan PSSI dan Nurdin tampak jelas dari sikap yang ditunjukkan para suporter timnas saat mendukung tim kesayangannya berlaga di Stadion Gelora Bung Karno (GBK). Berbanding terbalik dengan sikap fans terhadap timnas, Nurdin justru jadi sasaran tembak. Spanduk dan cemoohan: "Nurdin Mundur" dan "Nurdin Turun" pun kerap bergema di GBK. 

Rakyat pun dengan mata telanjang dapat melihat dengan jelas begitu bobroknya PSSI dalam menyelenggarakan turnamen. Boro-boro mampu menciptakan timnas yang andal dan mumpuni, untuk mengurus soal yang ecek-ecek, penjualan tiket misalnya, PSSI tak becus! Tak ada manajemen penjualan yang tertata dengan rapi, lancar, dan transparan. Begitu banyak fans yang mempunyai voucher tak dapat menukarnya dengan tiket. Tak sedikit pula pemegang tiket tak kebagian tempat duduk.

Banyak hikmah yang dapat diambil sebagai pelajaran dari kegagalan timnas di ajang Piala AFF 2010 dan ketidakbecusan PSSI dalam menyelenggarakan roda organisasi. Masyarakat pantas diingatkan bahwasanya menurunkan Nurdin tidak semudah membalikkan tangan. Ada prosedur yang harus dilalui, yaitu melalui Kongres yang kebetulan akan digelar pada April 2011.

Yang menjadi kabar baik bagi fans sepak bola nasional, sejatinya Nurdin tidak akan dapat kembali dipilih menjadi Ketua Umum PSSI untuk kali ketiga. Hal itu terjadi andai kata PSSI mau mematuhi aturan Komite Olimpiade Indonesia (KOI). Sebab, sesuai regulasi yang diterapkan KOI, setiap anggota organisasi cabang olah raga yang berinduk pada KOI (termasuk PSSI), haruslah bersih dari predikat pernah masuk penjara dan tidak pernah terlibat tindak pidana.

Nah, aturan "tidak pernah terlibat tindak pidana" itulah yang sempat menjadi tudingan sejumlah pihak akan adanya rekayasa PSSI untuk memperpanjang masa bakti Nurdin Halid ketika Kongres 2007 digelar di Makassar, Sulawesi Selatan. Seperti diketahui, dengan statusnya yang menjadi terpidana kasus korupsi, sejatinya Nurdin tidak akan dapat dipilih kembali.

Pasalnya, dalam statuta standar FIFA, syarat anggotanya adalah: "Mereka yang tidak pernah terbukti bersalah dalam tindak kriminal". Kalimat "tidak pernah terbukti" itu diklaim dihapus (dan ditambah) dalam Statuta PSSI yang akhirnya berbunyi sebagai berikut: "Tidak sedang dinyatakan bersalah atas tindakan kriminal pada saat kongres digelar".

Lalu? Mendepak Nurdin dari kursi singgasananya belum memberikan jaminan atas perkembangan sepak bola nasional. Sebanyak 108 pemegang hak suara—yang terdiri dari 33 pengurus di tingkat provinsi, 18 klub Liga Super, 16 klub Divisi Utama, 14 klub Divisi I, 12 klub Divisi II, dan 10 klub Divisi III—di Kongres PSSI April nanti, harus bersatu padu dalam menentukan blue print pengembangan sepak bola timnas. 

Juga, tak lupa membentuk kepengurusan yang kredibel dan tangguh! Pengurus yang mampu menggelar sistem kompetisi berlapis—dari usia dini sampai senior—yang adil, transparan dan kontinu. Dari kompetisi berlapis itulah itulah dapat dibentuk timnas yang tangguh.

Untuk mewujudkan kompetisi seperti itu, PSSI dan klub wajib menyediakan infrastruktur yang memadai dan mumpuni. Jadwal pertandingan pun harus dibuat se-fair mungkin. Tidak masuk akal jika dalam satu kompetisi, ada klub yang berlaga dua kali dalam seminggu, sementara klub lainnya bengong alias tidak mempunyai jadwal bertanding. Alasan faktor geografis Nusantara bukan dalih yang dapat dibenarkan!

Kompetisi yang baik wajib menyajikan perangkat pertandingan yang baik pula. Artinya, PSSI harus mampu menyediakan wasit dan asistennya yang bermutu dan bersih dari tindak ilegal, seperti penyuapan. Pun demikian dengan faktor lainnya yang mendukung dan menunjang terwujudnya pertandingan dengan baik dan tertib, seperti misalnya soal tiket, suporter, dan pengamanan stadion.

Singkat kata, PSSI (dan anggotanya) hendaknya mau belajar dari negeri tetangga, Malaysia, Singapura, atau bahkan Jepang dan Korea Selatan yang mampu menggelar kompetisi dengan teratur. Keberhasilan Hidetoshi Nakata dkk saat "memunculkan" sinar Jepang di PD 1998 tak lepas dari terwujudnya kompetisi sepak bola di Negeri Matahari Terbit itu secara teratur.

Seandainya kompetisi sejak usia dini sampai senior dapat dilangsungkan dengan sistem yang baik dan teratur, pembentukan timnas yang tangguh dapat dikatakan tinggal menunggu waktu. Sementara itu, untuk jangka pendek, PSSI harus mampu membentuk Timnas U-23 yang ditargetkan meraih medali emas SEA Games 2011 yang rencananya berlangsung di Palembang, Sumatra Selatan, 11-25 November 2011.

Jika timnas mampu meraih hasil atau prestasi yang memuaskan, dimulai dari juara di arena regional, seperti SEA Games (Asia Tenggara), Asian Games dan Piala Asia, maka dipastikan jika langkah PSSI mencalonkan Indonesia sebagai tuan rumah Piala Dunia bakal mendapat dukungan penuh dari pemerintah dan seluruh rakyat. Luar biasanya dukungan fans Merah Putih meskipun Garuda gagal meraih gelar Piala AFF 2010 adalah buktinya.(MEG)

2 komentar:

CW mengatakan...

memang harapan tetep harus ada..cuman kalo melihat hukum di indonesia, kita hanya bermimpi...untuk menjadikan tim garuda menjadi lebih baik..

Senbe Satria mengatakan...

betul...
masih banyak lgi yg prlu d rombak...
kpn y bisa????
hahahhah...

Posting Komentar

Design by : Sponsored by: